Nasi bogana yang legendaris |
Beruntung sekali saya dan sejumlah teman blogger Cirebon mendapat kehormatan buka puasa bersama Sultan Abdul Gani Natadiningrat, SE, sultan ke-9 Keraton Kacirebonan. Tidak tanggung-tanggung, menu berbuka kami adalah nasi bogana yang melegenda.
Sultan berkisah, nasi bogana itu hampir punah. Masyarakat sekarang hampir tidak mengenal warisan kuliner Cirebon satu ini. Tercetuslah ide untuk memperkenalkan kekayaan rasa nasi bogana melalui Pawon Bogan yang memang disediakan bagi masyarakat umum yang ingin mencicipi nasi bogana. Lokasinya sendiri mengambil tempat pekarangan depan Keraton Kacirebonan.
Sultan Kacirebonan bersama teman blogger Cirebon |
Karenanya nasi bogana zaman dulu identik dengan kenduri ala bancakan pada peringatan hari besar Islam di empat keraton Cirebon (Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprabonan), seperti Muludan dan Rajaban.
Bentuknya nasi tumpeng besar dengan aneka lauk dan rempah. Namun sekarang bentuknya dimodifikasi berupa tumpeng kecil menyesuaikan porsi makan satu orang pengunjung.
Sekilas penampilan nasi bogana mirip sekali dengan nasi kuning. Tetapi kadangkala penampilan memang menipu. Berbeda dengan nasi kuning yang memiliki cita rasa santan yang pekat, nasi bogana memiliki cita rasa kelapa yang lembut.
Ini karena kelapa yang digunakan adalah kelapa muda yang diparut kemudian dicampur bersama nasi. Parutan yang sama digunakan untuk ayam ungkep dan tempe sebagai lauk utama. Rasanya sungguh luar biasa gurih.
Saya sedikit kaget ketika diberitahu daging ayam yang digunakan berasal dari ayam pejantan. Saya sulit memercayainya mengingat tekstur daging terasa lembut dan tidak alot. Sementara lauk telur rebus dibiarkan polos tanpa bumbu apa pun.
Jika menyukai pedas, sambal terasi ala nasi bogana layak diperhitungkan. Rasanya terasa pas di lidah, paduan antara pedas, manis dan gurih ala pesisiran.
Kesempatan ini membuka mata saya alangkah ruginya jika warisan kuliner sekaya ini mesti punah. Di tiap daerah pasti ada warisan kuliner yang bernasib sama. Adalah kewajiban kita untuk tetap melestarikannya dan memperkenalkan keistimewaannya pada dunia.
*sebelumnya tayang di Detik Travel dengan judul :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar